...

5 views

hutan kuburan "liburan ke hutan misterius" oleh hartopo ke-3 (2/3)
TIGA (2/3)
Tiba-tiba angin berhembus dari arah depan rumah lalu menyapa mereka dengan rasa sejuknya. Hembusan angin itu melesat menerpa pintu masuk depan rumah dan masuk kedalam rumah melalui celah-celah daun pintu. Mereka menyadari hembusan angin itu, namun tidak menyadari apa yang sebenarnya telah terjadi. Vyna yang sejak tadi memeluk lengan Ari spontan mempererat pelukannya karena merasa mendadak bulu kuduknya merinding seperti merasakan kehadiran sesuatu yang kasat mata. Ari yang juga merasakan hal yang sama langsung melihat jam tangannya. Jam menunjukkan pukul 17.58 sore dan sudah masuk waktu maghrib. Ari memandang Vyna dengan sorot mata curiga seolah mengatakan “aku juga merasakannya”. Vyna membalas dengan sorot mata ketakutan. Ari menarik tangan kirinya lalu memepetkan tubuh Vyna ketubuh bagian samping kirinya dengan cara menggandeng Vyna, sebaliknya Vyna memegang pergelangan tangan kiri Ari seolah tidak pernah mau dilepas oleh Ari. Disisi berbeda tuan putus asa sudah menguasai sepenuhnya kepala Nada, Genta dan Riky sampai keotak mereka yang paling kecil, hal itu tampak dari sosot mata mereka yang terkesan sudah pasrah dengan apapun yang akan terjadi malam ini. Genta memandang teman-temannya. Genta lalu menghela napas malas
“Kita tanya pada warga disekitar sini aja yuk !” ajak Genta mencoba memberi harapan baru kepada teman-temannya walau nada bicaranya menandakan kalau dirinya merasa sudah sangat kecewa dengan kenyataan yang berbanding 180 derajat dari yang mereka bayangkan sebelumnya.
Nada, Ari, Vyna dan Riky memandang Genta memastikan apakah ucapan Genta itu meyakinkan atau tidak. Setalah semua merasa yakin, mereka pun terdiam dan berpikir sejenak.
“Sejak dulu tidak ada seorang pun masyarakat yang mau tinggal disini” tiba-tiba terdengar suara seorang kakek dari arah yang sangat dekat dengan mereka.
Ucapan Kakek itu terdengar merasa sangat kecewa dan sangat menyesali kejadian itu, ucapan yang terkesan merasa dijauhi bahkan merasa dikucilkan kelompoknya dikarenakan sesuatu yang mungkin dinilai menakutkan bagi kelompoknya ada pada kakek itu. Suara itu terdengar sangat jelas dari semua sisi dan terasa diucapkan sangat dekat disamping mereka satu persatu. Semua kaget mendengarnya dan sangat kaget bahkan mereka merasakan takut sambil perlahan-lahan berdiri untuk bersiap berlari pergi. Vyna langsung memejamkan mata karena merasa ketakutan. Tanpa diduga suara itu tiba-tiba mengarah kesatu titik asal suara lalu tanpa dikomando mereka memandang kearah asal suara yang mereka yakini berasal dari arah pintu masuk depan rumah. Mereka pun terkejut. Dipintu sudah berdiri seorang kakek berusia 70-an tahun dengan berpenampilan kuno berpakaian seperti pak haji pada jaman dahulu. Ditangannya terdapat pelita yang masih belum dinyalakan. Mereka masih bengong dan terheran-heran kapan pintu itu dibuka “kok tidak terdengar suara pintu itu dibuka olehnya”. Seberkas cahaya pelita juga tiba-tiba tampak menerangi bagian dalam rumah. Lagi-lagi mereka terheran-heran dengan hal itu karena sejak tadi didalam rumah tidak tampak setitik cahayapun. Padahal celah-celah dinding rumah tampak cukup leluasa untuk mereka melihat ada tidaknya cahaya yang menerangi bagian dalam rumah sekaligus sebagai tanda ada tidaknya penghuninya saat ini.
“sejak dulu orang-orang memanggil saya sebutan PAK TUA” lanjut Pak tua memperkenalkan diri.
Perkenalan itu sudah bisa diterima nalar,mereka, dan merupakan satu hal yang wajar, sejak tadi hingga mulut terasa melar memanggil tidak ada jawaban yang mereka dengar dari dalam rumah. Jawaban yang didapat Ari ternyata benar bahwa penghuninya memang kakek-kakek yang pendengarannya sudah terbatas. Pak tua menyalakan korek api kayu untuk membakar ujung sumbu pelita hingga pelita itu berhasil dinyalakan dan bercahaya terang. Pak tua melangkah menghampiri mereka. Genta, Nada, Ari, Vyna, Riky minggir bermaksud memberi jalan kepada Pak tua. Pelita itupun diletakkan didepan rumah sebagai penerangan dengan cara digantung pada pengait yang tempatnya ternyata sudah disiapkan disalah satu tiang penyangga bagian depan rumah. Pak tua memandang Genta, Riky, Nada, Ari, Vyna satu persatu, sebaliknya satu persatu dari mereka menurunkan pandangannya setelah dipandang oleh Pak tua. Vyna merasa sangat takut, sedangkan yang lain pasrah. Pak tua tersenyum sangat ramah pada mereka
“Ayo masuk ! kita lanjutkan ngobrolnya didalam” ajak Pak tua yang tanpa henti tersenyum.
Pak tua melangkah masuk kedalam rumah. Genta, Riky, Nada, Ari, Vyna saling pandang sejenak. Sorot mata mereka penuh tanda tanya, curiga, penasaran dan lelah. Mereka saling melemparkan pertanyaan satu sama lain namun tidak ada yang mampu menjawabnya karena saking lelah otak dan pikiran mereka masing-masing. Ari menghela napas pasrah dan menyusul masuk kedalam rumah sambil menggiring Vyna, sebaliknya Genta, Riky dan Nada kembali saling pandang seolah mereka saling menunggu siapa yang jalan duluan dan siapa yang berjalan paling belakang sehingga mereka berebut untuk...