hutan kuburan "liburan ke hutan misterius" oleh hartopo ke-6 (2/5)
“Diotakku saat ini hanya ada Raura” igau Genta yang sudah tidak sadar dengan apa yang diucapkannya. Sekujur tubuh Genta merasa sudah sangat stress dan asal bicara dengan ucapan yang sudah tidak bisa dikendalikan oleh otaknya.
Vyna dan Ari yang masih sadar menyadari hal itu. Keduanya saling pandang dan merasa khawatir dengan apa yang dirasakan oleh Genta, namun mereka juga sadar kalau saat ini mereka juga terbebani dengan hal yang sama dan tidak tahu harus bagaimana membantu Genta agar selalu dalam kondisi sadar.
“Genta, jangan bicara yang tidak-tidak ditempat seperti ini, pamali tau” ucap Vyna mengingatkan Genta kalau mereka harus tetap yakin masih punya harapan hidup dan pasti bisa keluar dari hutan ini.
Genta yang sudah seperti sekarat cuek dan kembali tersenyum berat dengan sorot mata hampa kedepan. Tangan kanan Ari memapah Vyna untuk berdiri, kemudian meraih tangan Genta dengan tangan kirinya. Ari sekuat tenaga membantu Genta untuk berdiri, lalu dengan sekuat tenaga mereka meneruskan langkah kaki mereka menelusuri jalan setapak penuh semak belukar yang mereka tidak pernah tahu kemana ujungnya.
Suasana gundah sedang menyelimuti ruang tamu rumah Vyna siang itu. Anton sibuk berjalan mondar mandir. Ratih sedang duduk dan bersedih dikursi tamu. Anton memandang istrinya sejenak lalu duduk disisi istri tercintanya itu. Keduanya merasa sangat khawatir pada kondisi putrinya. Anton berusaha menghibur istrinya dengan mengelus-elus lengan istrinya.
“Vyna sayang, kamu dimana nak ?” tanya Ratih entah ditujukan kepada siapa dan seolah Vyna ada didekatnya. Ratih merasa sangat terpukul dengan kepergian putri semata wayangnya yang sudah melebihi waktu yang sudah mereka janjikan belum juga kembali.
Anton menghela napas pasrah “Sudahlah ma, kita harus tetap bersabar dan bertawakal, doakan aja putri kita tetap sehat dan bisa pulang dengan selamat” hibur Anton berusaha tetap sabar menunggu putrinya pulang dan berusaha membuat istrinya tetap yakin putri mereka selalu baik-baik saja.
Keduanya terdiam dengan tatapan mata hampa.
Suasana malam yang sangat gelap dan sepi. Acap kali hanya terdengar suara ranting kering yang patah terinjak oleh langkah kaki mereka. Suara serangga pohon yang sejak tadi siang mereka dengar pun sudah mulai lelah bernyanyi dan satu persatu sudah mulai tak terdengar suaranya. Hanya sesekali suara-suara itu terdengar. Mereka...
Vyna dan Ari yang masih sadar menyadari hal itu. Keduanya saling pandang dan merasa khawatir dengan apa yang dirasakan oleh Genta, namun mereka juga sadar kalau saat ini mereka juga terbebani dengan hal yang sama dan tidak tahu harus bagaimana membantu Genta agar selalu dalam kondisi sadar.
“Genta, jangan bicara yang tidak-tidak ditempat seperti ini, pamali tau” ucap Vyna mengingatkan Genta kalau mereka harus tetap yakin masih punya harapan hidup dan pasti bisa keluar dari hutan ini.
Genta yang sudah seperti sekarat cuek dan kembali tersenyum berat dengan sorot mata hampa kedepan. Tangan kanan Ari memapah Vyna untuk berdiri, kemudian meraih tangan Genta dengan tangan kirinya. Ari sekuat tenaga membantu Genta untuk berdiri, lalu dengan sekuat tenaga mereka meneruskan langkah kaki mereka menelusuri jalan setapak penuh semak belukar yang mereka tidak pernah tahu kemana ujungnya.
Suasana gundah sedang menyelimuti ruang tamu rumah Vyna siang itu. Anton sibuk berjalan mondar mandir. Ratih sedang duduk dan bersedih dikursi tamu. Anton memandang istrinya sejenak lalu duduk disisi istri tercintanya itu. Keduanya merasa sangat khawatir pada kondisi putrinya. Anton berusaha menghibur istrinya dengan mengelus-elus lengan istrinya.
“Vyna sayang, kamu dimana nak ?” tanya Ratih entah ditujukan kepada siapa dan seolah Vyna ada didekatnya. Ratih merasa sangat terpukul dengan kepergian putri semata wayangnya yang sudah melebihi waktu yang sudah mereka janjikan belum juga kembali.
Anton menghela napas pasrah “Sudahlah ma, kita harus tetap bersabar dan bertawakal, doakan aja putri kita tetap sehat dan bisa pulang dengan selamat” hibur Anton berusaha tetap sabar menunggu putrinya pulang dan berusaha membuat istrinya tetap yakin putri mereka selalu baik-baik saja.
Keduanya terdiam dengan tatapan mata hampa.
Suasana malam yang sangat gelap dan sepi. Acap kali hanya terdengar suara ranting kering yang patah terinjak oleh langkah kaki mereka. Suara serangga pohon yang sejak tadi siang mereka dengar pun sudah mulai lelah bernyanyi dan satu persatu sudah mulai tak terdengar suaranya. Hanya sesekali suara-suara itu terdengar. Mereka...