...

26 views

Does Life Give us a Second Chance?
Waktu itu pukul 17.46 WITA, sebuah pesan whatsapp masuk menghampiri ruang obrolanku. Ternyata adik tingkat di fakultasku,
"Assalamu'alaikum, maaf kak mengganggu. Jadi gini kak, apakah kakak berkenan menjadi pemateri di acara kami pelatihan desain Corel Draw?"
Begitu kira-kira bunyi pesan yang masuk itu. Aku terdiam sejenak dan berpikir, "kenapa aku? Kan masih banyak yang lain, dari sekian banyak ahlinya diluar sana, kenapa aku? Si manusia amateur ini?". Lalu aku membalas pesan singkat itu,
"Kalau boleh tau pesertanya perempuan semua atau umum?" kataku basa-basi sebelum menolak, dan ternyata pesertanya umum.
"Maaf kalau pesertanya umum sepertinya saya ga bisa, coba tanyakan ke yang lain. Saya bisa memenuhi permintaan ini kalau pesertanya perempuan." alasan yang menurutku masuk akal. Dan aku telah melewatkan kesempatan untuk berbuat baik ini.

Saat itu masih semester 5, tapi kesempatan yang sama seperti ini telah datang kepadaku dua kali dan aku menolak keduanya. Entah karena kurang percaya diri atau memang hanya karena pesertanya umum, yang jelas sampai saat inipun aku masih tak paham dengan alasanku menolak kesempatan berbagi itu.
Aku menyesal ketika merayap sampai ke semester 7. Di tengah kesibukanku di PPL (Program Pengalaman Lapangan) aku kewalahan dan merasa jiwaku menciut, karena yang ku kerjakan dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi hanya melulu masalah dunia. Dan duniapun telah mencuri waktu bermunajah di malam hariku. Seolah tak ada waktu lagi bagiku untuk berbuat kebaikan diluar zona sekolah itu.
"Semester-semester sebelumnya aku kemana aja sih? Harusnya aku gunakan kesempatan-kesempatan yang telah datang padaku dengan sebaik-baiknya." gerutuku.
Dan saat itu aku mulai menyadari bahwa menjadi pemateri dalam hal apapun merupakan salah satu cara dalam berbuat kebaikan. Dan bukankah itu merupakan dakwah? Karena disitu ada penyampaian tentang hal-hal yang berbau kebaikan.
Saat itu juga aku bertekad, jika aku diminta dalam hal apapun aku akan menerimanya, selama masih dalam koridor kebenaran.

Sekarang di 2020 ini aku berada di pintu gerbang semester 8, beberapa amanah telah tuntas. Tinggal ingin sedikit fokus dengan penelitian, tugas akhir yang harus dikerjakan ketika ingin dinyatakan lulus dan memperoleh gelar sarjana. Ternyata di semester 8 ini peluang untuk berbagi ilmu dan pengetahuan terbuka lebar.
Dimulai dari aku diundang sebagai pengisi briefing di departemen media UKMM ULM. Ya aku cukup legend diorganisasiku yang satu ini pada bidang syiar atau bahasa umumnya bidang komunikasi dan informasi atau DKV (desain komunikasi visual).
Kemudian juga diundang dirumah kecilku, KSI Ulul Albab pendidikan matematika FKIP ULM sebagai pengisi briefing yang sama. Aku cukup menikmati sambil memaknai kegiatan-kegiatanku ini.

Sehingga tiba pada pagi hari ini. Aku ditawari sebagai pemateri diluar organisasiku. Aku tercengang, sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada.
"Apa aku sudah saatnya, untuk pergi keluar sana? Kan masih ada banyak orang-orang yang lebih hebat dan menginspirasi daripada aku ini."
Sifat tak baik yang lama terpendam itu muncul kembali, yakni membanding-bandingkan diri dengan orang lain.
Sesaat aku teringat kutipan bahwa diatas langit masih ada langit, jadi sehebat apapun kamu, masih ada orang yang lebih hebat diluar sana. Maka jika terus membanding-bandingkan diri sendiri dengan oranglain, engkau sudah kalah dan tak akan pernah berkembang.
Begitu pikirku.
Setelah segala macam hal yang muncul dalam benakku, akhirnya aku menyetujui. Dan berharap dengan semua ini Allah memberikan aku keberkahan hidup. Menjadi orang yang bermanfaat adalah motto setiap orang muslim.

Dan ternyata, kesempatan itu selalu datang dua kali, bahkan lebih. Kuncinya hanya satu, percaya.

#WritcoStoryChallenge